Sesat Pikir Terorisme
Tribratanewspoldasulteng.com – Aksi teror yang terjadi di tiga gereja di Surabaya, yakni Gereja Santa Maria, GKI Diponegoro, dan GPSS Arjuno pada hari minggu (13/05/2018) lalu menunjukkan bagaimana tipikal aksi teror dilakukan. Kita semua paham betul, bom yang meledak merupakan aksi bunuh diri.
Bahkan jika merunut pada kesaksian yang terjadi di GKI Jalan Diponegoro, penggambarannya cukup jelas dari saksi mata, yang mana pelaku sempat memeluk satpam gereja sebelum akhirnya meledakkan diri.
Aksi teror dengan menggunakan bom bunuh diri memang jamak dilakukan. Hal ini sebenarnya membuat kita patut bertanya-tanya, bagaimana cara aktor intelektual meyakinkan pelaku bom bunuh diri untuk rela menyerahkan nyawanya dengan cara yang mengerikan?
Ada pertanyaan besar dalam kepala saya ketika menyadari ada logika-logika yang tidak bisa nyambung untuk aksi semacam ini. Misalnya, janji masuk surga bagi pelaku.
Kalau memang betul aksi ini diyakini atau diimani mendapatkan balasan surga, kenapa bukan si aktor intelektual teror sendiri yang melakukannya? Kenapa dia memberikan “tiket” surga itu kepada pengikutnya? Bahkan—seperti yang diketahui—sampai melibatkan anak-anak.
Dengan menyerahkan tugas by pass menuju surga kepada orang lain, bukankah itu menunjukkan bahwa bom bunuh diri dibalas surga tidak benar-benar begitu diyakini sama si pemilik ide konyol itu sendiri?
Di sinilah ketidakmatangan logika dibalik terorisme. Tujuannya hanyalah untuk menyebar ketakutan, bukan untuk membangun surga. Dan semua rakyat Indonesia harus berani mengambil garis tegas untuk menentang segala bentuk tindakan teror, apapun alasannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar